Memimpin Seperti Ahmadinejad dan Ratu Sima
Jejak sejarah telah merekam kisah pemuda-pemuda
Islam yang sepak terjangnya membahana. Sebut saja Ali bin Abi Thalib yang
merupakan assabiqunal awwalun dari golongan pemuda. Sejak usia yang masih
tergolong belia ia telah menyertai
perjuangan Nabi Muhammad dalam menegakkan panji-panji Islam di bumi Allah. Di
Indonesia, pemuda pun turut ambil andil yang sangat besar dalam perjuangan
kemerdekaan. Tanpa desakan para pemuda, entah kapan Sukarno akan
memproklamirkan proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Namun menjadi pemimpin bukanlah perkara mudah.
Ada setumpuk amanah yang harus dipikul. Tidak hanya keluarga dan diri sendiri,
namun juga lembaga yang dipimpinnya dan masyarakat yang diampunya. Di banyak
kasus, pemimpin seringkali tidak bisa menyeimbangkan antara kehidupan pribadi
dan organisasinya.
Lantas, bagaimana caranya menjadi seorang
pemimpin yang baik? Mungkin saya tidak dapat memberikan secara gamblang
bagaimana caranya. Namun semoga petikan kisah di bawah ini dapat menjadi
tauladan untuk kita semua.
*****
Pemimpin yang satu ini disegani oleh rakyatnya
karena memiliki sifat yang sederhana dan mau membaur bersama rakyat kecil. Tatkala
pemimpin-pemimpin negara lain selalu dijamu dengan jamuan presiden, ia memilih
untuk membawa bekal sendiri. Tatkala pemimpin negara lain selalu dikawal dengan
ketat, ia lebih memilih untuk membaur bersama rakyatnya, bahkan tak sungkan bercengkrama
dengan petugas kebersihan di lingkungannya. Suatu ketika sosok pemimpin yang
mengutamakan kesederhanaan ini diwawancarai oleh TV Fox, sebuah stasiun
televisi di Amerika Serikat.
“Saat anda melihat di cermin setiap pagi, apa
yang anda katakan pada diri Anda?” tanya si wartawan.
“Saya melihat orang di cermin itu dan mengatakan
padanya : ”Ingat, kau tak lebih dari
seorang pelayan, hari di depanmu penuh dengan tanggung jawab yang berat, yaitu
melayani bangsa Iran." Jawabnya.
Sosok pemimpin yang penuh pengabdian tersebut adalah Mahmud Ahmadinejad.
Lain halnya dengan Mahmud Ahmadinejad, pemipin yang satu ini adalah seorang wanita. Walau ia seorang wanita, ketegasan dan keadilannya mampu membuat pemimpin-pemimpin lain salut dan segan padanya. Ia menerapkan hukuman yang berat kepada setiap warganya yang mencuri, tak terkecuali keluarganya. Dan ketika salah seorang anggota keluarganya mencuri, walaupun berat, ia tetap menjalankan konsekuensi yang telah dibuatnya. Sikapnya yang adil dan tegas membuat ia dipatuhi rakyatnya. Bahkan konon jika ada buah mangga yang terjatuh di jalan, tidak akan ada seorang pun yang mau mengambil tanpa seizin pemilik mangga tersebut.
Pemimpin
wanita yang penuh ketegasan tersebut adalah Ratu Sima, rajaputri di Kerajan
Kalingga.
Mahmud Ahmadinejad dan Ratu Sima, dua pemimpin dari masa yang berbeda. Jika Ahmadinejad merupakan pemimpin Iran masa kini, Ratu Sima adalah pemimpin dari sebuah kerajaan di masa lalu. Walau mempimpin di masa yang berbeda, namun metode kepemimpinan mereka sama-sama membuat rakyat segan dan patuh. Di tangan Ahmadinejad, Teheran berubah menjadi kota yang lebih tertib, dan Iran tumbuh menjadi negara yang segani. Di tangan Ratu Sima, rakyat Kerajaan Kalingga menjadi pribadi-pribadi yang jujur dan patuh. Keduanya adalah sosok pemimpin yang disegani dan dicintai oleh rakyatnya.
Menjadi pemimpin atau presiden bukanlah perkara mudah. Ada segunung tanggung jawab dan segunung beban pikiran untuk terus mengupayakan yang terbaik bagi rakyatnya. Untuk menjadi seorang presiden, seseorang haruslah mempunya karakter-karakter tertentu agar tak hanya dapat menjalankan tugas kenegaraan dengan baik, namun juga dicintai rakyatnya.
Merakyat. Seorang pemimpin harus mau membaur sehingga ia benar-benar dicintai rakyatnya. Bagaimana mungkin seorang presiden dapat memimpin jika tidak mengenal seluruh lapisan masyarakatnya. Menjadi seorang presiden berarti harus mau membaur karena yang dipimpinnya bukan hanya satu golongan saja, namun seluruh lapisan masyarakat dari atas sampai bawah. Untuk mengetahui kebijakan yang tepat pun seorang presiden sesekali harus terjun langsung, tidak hanya mengambil kebijakan berdasar teori dan perkiraan semata.
Tegas. Ketegasan Ratu Sima membuat rakyatnya hidup tertib dan patuh terhadap peraturan. Di masa kini ketegasan seorang presiden sangat diperlukan dalam memberatas kriminalitas. Tegas bukan berarti kejam, namun tegas adalah berani membenarkan yang benar dan menghukum yang salah.
Adil. Adil bukan berarti harus membagi sesuatu dengan sama rata, namun adil berarti menempatkan sesuai tempatnya. Artinya ketika membuat sebuah kebijakan, seorang presiden haruslah memikirkan semua lapisan masyarakat, tak hanya bagi golongan mayoritas saja. Keadilan akan menciptakan sebuah kondisi dimana tidak akan ada pihak yang merasa dirugikan maupun tersakiti.
Rela Mengabdi. Seorang presiden seyogyanya benar-benar mengerti bahwa jabatan bukan hanya demi kesejahteraan. Jabatan bukan sarana untuk memperkaya, tapi untuk mengabdi dan memberikan yang terbaik bagi negara. Oleh karena itu negara dan rakyat harus tetap menjadi prioritas dalam kondisi apapun.
Inovatif dan terbuka. Seorang presiden harus punya caranya sendiri. Artinya tidak perlu terlalu terpengaruh pada cara-cara presiden yang lalu, tetapi juga jangan menutup mata jika ada program yang memang berkualitas. Tak menutup kemungkinan juga untuk memadukan berbagai cara dari presiden-presiden terdahulu atau belajar dari negara lain yang lebih maju.
Amanah. Seorang presiden tidak diperkenankan untuk menggunakan kekayaan milik negara untuk kesenangan pribadi. Anggaran Pendapatan Belanja Negara yang berjumlah ribuan triliun tersebut sebenarnya berasal dari rakyat dan seharusnya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Itulah karakter-karakter pemimpin yang tercermin dari pribadi Ratu Sima dan Ahmadinejad. Yang paling utama ialah bahwa seorang pemimpin harus adil dan mau membaur bersama rakyat. Seorang pemimpin tidaklah mungkin menjadi pemimpin jika bukan karena kepercayaan rakyat. Seorang pemimpin sejatinya ada untuk melaani rakyat. Jabatan yang ia miliki adalah amanah rakyat, sudah sepantasnya jika ia mengupayakan yang terbaik untuk rakyat.
Nah teman-teman, semoga kisah Ratu Sima dan Ahmadinejad tadi dapat menjadi contoh bagi kita semua.
Sejarah adalah guru terbaik, namun masa kini adalah masanya untuk melakukan tindakan nyata.
0 comments:
Post a Comment